Tante Evi
Tante Evi - Kisah cerita ini kualami baru 2 bulan yang lalu, dan ini merupakan pertama aku melakukan hubungan badan dengan seorang wanita. Tepatnya dengan seorang tante, panggil saja namanya tante Evi, dia seorang janda yang ditinggal mati suaminya sekitar 4 tahun yang lalu, umur tante Evi sekarang 31 tahun, mempunyai seorang anak yang masi kecil.
Dia sebenarnya sering datang ke Jakarta, dan memang mempunyai sebuah rumah disini, serta mempunyai seorang anak angkat yang juga merupakan anak dari kakaknya. Namanya Abdul, dia juga sedang kuliah dan tinggal di kos yang sama denganku, tapi dia lebi muda dariku 2 tahun. Kami lumayan akrab, sehingga kami sering keluar atau pergi jalan bersama.
Perkenalanku dengan tante Evi, adalah ketika kunjungannya ke Jakarta, karena sebenarnya dia berasal dari Kalimantan. Pada waktu itu, aku diajak makan siang bersama oleh Abdul, dan katanya ada tantenya yang datang ke Jakarta bersama anaknya. Abdul berjanji untuk bertemu tantenya di sebuah mall yang cukup terkenal di Jakarta. Setelah menunggu selama hampir setengah jam, akhirnya kami bertemu dengan tantenya. Pertama kali melihat tantenya, pandanganku seperti tidak bisa ketempat lain lagi.
Aku begitu terpesona melihat penampilannya, begitu rapi, cantik dan sexy. kulitnya yang putih dan mulus, rambutnya yang panjang terurai, membuatnya terlihat begitu merangsang, serta tubuhnya yang langsing, pinggang yang ramping, dan ukuran tubuh yang tidak terlalu tinggi, mungkin sekitar 160cm. payudaranya yang montok, besar dan kencang, mungkin sekitar 34D, ditambah lagi dengan memakai kemeja putih ketat dengan kancing bagian atas yang dibuka, sampai payudaranya yang besar itu terlihat begitu indah dan montok, tampak menyembul, seperti mau keluar dari pakaiannya.
Bokongnya yang bulat dan kecil itu, terlihat begitu padat. Adik kecilku bahkan sempat menegang , karena melihat keseksian, keindahan, kemontokan tubuhnya, bahkan cara jalannya yang terlihat seperti di catwalk. Dalam diriku tidak berhenti memuja tubuh yang sangat seksi itu, dan betapa nafsu laki-laki aku muncul, karena itu kali pertamanya aku melihat pemandangan yang begitu merangsang. Jujur saja, aku sangat pengen meremas-remas dada dan bokongnya itu, tangan ku sudah gatal rasanya. Tapi aku masi bisa menahannya.
Setelah itu kami berkenalan, tangannya yang kecil itu begitu lembut. Dan dilanjutkan dengan makan siang bersama, kami berbincang-bincang dan menjadi dekat, karena tante Evi orangnya gaul, jadi semua pembicaraan kami terasa nyambung. Selesai makan, kami diantar pulang ke kos oleh tante Evi. Sayang sekali aku tidak menanyakan no hpnya.
Setalah hari itu, kami makin sering bertemu, karena tante Evi sering mengajak kami pergi makan dan jalan-jalan. Dan aku menjadi semakin menginginkan untuk menikmati tubuhnya itu. Tante Evi sering telpon-telponan denganku, kadang hanya untuk ngobrol saja, tapi tante Evi lebih sering menelponi aku daripada anak angkatnya. Bahkan sempat dia memintaku untuk menjadi anak angkatnya, tapi aku hanya menganggapnya basa-basi saja.
Tak terasa sudah berapa kali kami bertemu, dan akhirnya aku menjadi benar-benar akrab dengan tante Evi.. dan tante Evi mengajaku untuk menginap ditempatnya. Semula aku menolak, tapi tante Evi tetap memaksa seperti anak yang manja, akhirnya aku terima ajakannya. Aku hanya pura-pura menolak, tapi sebenarnya aku mau menginap ditempatnya.
Baca : Ngentoti Resepsionist Cantik
Malam itu, aku dan tante Evi duduk-duduk di lantai teras rumahnya di lantai atas. Angin malam yang menyejukkan, dan suasana yang tenang, membuat kami merasa lebi santai. Ketika itu anak-anaknya sudah tidur.
Karena aku dan tante Evi sudah akrab, maka aku memberanikan diri bertanya-tanya sesuatu yang “nakal”.
“tante ngga ngerasa kesepian, kalau malem-malem ga ada yang temenin tidur.. hehe..”, candaku pada tante Evi..
sebelumnya tante Evi tampak terdiam tidak mau menjawab, hanya tertawa kecil, tapi akhirnya,
“Nakal juga kamu ya..”
“emang sih kesepian.. tapi mau gimana.. ga ada yang menghibur.. “, lanjutnya dengan sedikit mengeluh.
“hahaha.. kalau tante bole.. aku mau menghibur tante..”, candaku lagi.
“haha.. emangnya kamu bisa apa.. belum ada pengalaman, trus ntar malah tante yang kecewa..”, tanyanya, sambil memancingku.
“iya.. tapi setidaknya aku pernah liat dan tau cara-cara ama
posisi-posisi nya..”, candaku dengan sedikit menantang.
“yuk masuk aja.. tambah dingin aja nih di sini..”, ajaknya dan mengubah topik. Dan kami pun masuk kedalam.
Tante Evi memintaku mengunci pintu, setelah selesai menguncinya, ternyata tante Evi masih berdiri di sana. Kami bertatapan, cukup lama, tapi tidak berbicara satu katapun. Pikiran ku mulai kacau, dan berpikir yang tidak-tidak. Benar saja, tiba-tiba tante Evi memegang kedua tanganku, dan dengan senyuman nakal menarikku ke sebuah kamar, kamar yang disediakannya buatku selama aku menginap di tempatnya.
Aku didorong ke ranjang, dan terduduk diatas ranjang yang lebar itu.
Tante Evi langsung saja mendatangiku, meloncat dan duduk diatas pahaku, kedua tangannya memegang erat rambut belakangku. Dan dengan tiba-tiba tatapan matanya berubah menjadi tatapan nafsu yang sangat besar.
“Tunjukin ke tante kalau kamu emang tau cara-caranya..”, setelah itu langsung saja dia mencium bibirku dengan buasnya, tangannya yang memegang kepalaku bergerak-gerak memegangi dan menjambaki dengan kuat seluruh rambutku.
Tubuh kami bergerak maju mundur mengikuti gerakan kepala kami. Lidahnya bergerak-gerak dengan cepat di dalam mulutku, aku membalasnya dengan menggerak-gerakan lidahku juga. Ternyata saat itu aku baru sadar bahwa nafsu seks tante Evi ternyata besar sekali, dapat kulihat dari caranya, bagaimana tante Evi ingin melumat lidahku. Ketika lidahku masuk dan meraba-raba rongga mulutnya, giginya mengigit-gigit dan mengisap-isap lidahku seperti mau menelannya bulat-bulat, kami seperti sedang bermain pedang-pedangan dengan lidah didalam mulut kami.
Aku sudah tidak berpikir apa-apa lagi, kecuali malam ini aku harus menikmati tubuh tante Evi sampai puas, akan kulampiaskan semua nafsuku yang tertahan selama ini pada tante Evi.
“emmm.. emmmm.. ssshhh..aaahh.. ssshh.. aaahh..”, suaranya mendesah.
Ketika sekali-sekali tante Evi mengigit bibir bawahku, aku gigit pula bibir atasnya. Begitu juga ketika tante Evi mengigit bibir atasku, maka aku menggigi bibir bawahnya.
Kupegang kedua pahanya, kuleus-elus bagian dalam serta luarnya, sampai akhirnya aku menaikan kedua tanganku dan mencengkram sekuat-kuatnya kedua pantatnya yang bulat itu.
“ahhh….”, teriakannya kecil.
Tangan kananku memeluk erat-erat pada pinggangnya yang ramping itu, sampai buah dadanya itu terjepit diantara tubuh kami. Karena aku ingin merasakan kedua buah dadanya menempel didadaku, Begitu besar, begitu empuk, dan betapa dapat kurasakan kedua putingnya mengeras di dadaku.
Tangan kiriku tetap memegang kedua pantatnya itu, kumasukkan tanganku kedalam celana karetnya, berulang kali aku meremas-remas pantatnya itu dengan kuat-kuat, lalu kuelus-elus dan kuraba-raba, “aaahh..”, suara itu yang sangat ingin aku dengar dari mulutnya.
Akhirnya kumasukkan jari-jariku kedalam belahan kedua pantatnya. Dengan jari-jariku dapat kurasakan hangat disekitar lubang pantatnya itu. Aku bermain-main dengan jari-jariku dan aku gelitik-gelitik luang duburnya itu, dan terasa tubuhnya berkejut-kejut kegelian, tangan kanannya memegang kuat-kuat pergelangan tangan kiriku untuk menahan rasa geli jari-jariku di duburnya. Jariku dapat merasaka bagaimana duburnya mengejang kegelian.
Setelah cukup lama kami berciuman, tante Evi melepaskan bibirku, lalu dia berdiri dan membuka baju, celana dan CDnya. Dan kulihat pemandangan yang begitu menakjubkan ketika tante Evi mengangkat kedua tangannya, dadanya yang besar itu ikut terangkat, lalu turun dan begoyang-goyang, ahh… betapa beruntungnya aku dapat melihatnya dengan begitu dekat.
Aku tidak malu-malu lagi, maka kulepas juga semua pakaianku, sampai kami benar-benar telanjang bulat. Aku tak sempat melihat semua bagian tubuhnya, tapi yang pasti bulu-bulu di sekitar mem*k tante Evi itu telah dicukur habis, membuat mem*knya terlihat lebih bersih dan lebih segar. Adikku sudah mencapai 80%.
“dicukur tante..?”, tanyaku, tante Evi hanya membalas dengan senyuman dan tidak berkata apa-apa.
Setelah itu kami lanjutkan lagi ciuman kami, semakin lama mulut kami semakin penuh dengan ludah kami yang telah bercampur, begitu kental, begitu nikmat, dan begitu banyak sampai menetes keluar dari sela-sela mulut kami, dan sampai aku merasa seperti sedang meminum segelas air
ludah kenikmatan bersama-sama tante Evi. Tiba-tiba tante Evi menyedot semua ludah-ludah itu kemulutnya dan melepas mulutku. Dengan tatapan mata dan senyuman yang nakal, tante Evi mengeluarkan air ludah itu, membiarkannya mengalir seperti air terjun, dari mulutnya ke dagunya, lehernya, membasahi dadaku dan dadanya, dan akhirnya turun sampai ke pangkal paha kami, membuat gesekan tubuh kami terasa menjadi lebih licin. Melihat itu, mulai kuarahkan kepalaku untuk menjilati air ludah, tapi tidak kutelan, mulai dari sudut-sudut bibirnya, lalu dagunya, lehernya, betapa air ludah itu terasa lebih nikmat, karena telah bercampur dengan keringat tante Evi.
Kubungkukkan badanku sedikit, sehingga mendorong tubuh tante Evi sedikit kebelakang, dan akhirnya mukaku sampai tepat didepan dadanya,
“besar banget tante..”, kataku spontan, aku tidak melihat matanya, tapi aku tahu kalau dia tertawa gembira.
Baca : Fakta Tentang Nyeri Punggung
Kubaringkan badanya ke ranjang, tante Evi dibawah dan aku diatas menindihnya. Lalu kuciumi, kusedot-sedot dan kugigit-gigit kecil puting susunya, tanganku meremas dadanya yang lain, jariku secara refleks mulai memutar-mutar dan mencubit-cubit kecil puting susunya.
“aaahh..”, desahnya.. Kubuka mulutku selebar-lebarnya dan dengan sedikit memaksa aku mencoba “memakan” dadanya sebanyak mungkin.
Aku ingin “menelan” semua dadanya. Kuremas, Kugigit, kujilat dan kusedot, semua itu kulakukan berulang-ulang kali sampai aku puas.
“ssshhh..aahhh..aah..aah..”, desahannya semakin membuat nafsuku menggebu-gebu.
Setelah puas dengan dadanya, aku mulai turun menciumi perutnya, menjilat-jilat pusarnya, kedua tanganku tetap memegangi dadanya, tangan tante Evi tetap memegang kepalaku, mengikuti kemana kepalaku bergerak.
Akhirnya aku sampai di depan mem*knya, yang ternyata sudah basah, aku mencium bau harum dan lembut dari mem*k dan disekitar pangkal pahanya.
Aku sudah tidak tahan lagi, langsung saja kujilat dan kugigit-gigit kecil klit nya, aku memainkan lidahku dengan cepat di duburnya, naik-turun dari pantat ke klitnya, berulang-ulang sampai daerah itu basah oleh ludahku.
“aaaaaaaaahhhh………..”, suara desahannya yang rendah, dan semakin kuat tante Evi menjambak rambutku.
Kujilati memik nya seperti sedang menjilat es krim, es krim yang tidak akan pernah habis. Setelah itu aku belutut di ranjang dan mengangkat pantatnya tinggi-tinggi, sehingga kedua lututnya berada di dekat dengan kepalanya, selama dalam posisi kepala dan kaki dibawah tapi pantatnya terangkat seperti itu, kedua tangannya hanya bisa memegang pantatnya, menarik kekanan dan kekiri, sehingga lubang vagina dan lubang pantatnya dapat kulihat dengan jelas.
Tangan kiriku memegang perutnya, dengan badan kutahan punggungnya supaya posisinya tidak berubah. Dan dengan jari tengah serta telunjuk tangan kanan, kumasukkan kedalam vaginanya, kedua jariku bermain-main, berputar kiri-kanan, dan keluar masuk di lobang vaginanya.
“aaaahh… aaaahh..aaaahhh.. eennaaaakkk…”, kata tante Evi sambil memejamkan mata, membuatku semakin bersemangat memainkan vaginanya.
“jangan berhentii…. trussss…. aaaahh…”
Setelah cukup lama aku bermain-main dengan mem*knya, akhirnya tubuh tante Evi seperti kejang-kejang, dan bergerak-gerak dengan cepat serta kuat, sampai aku sedikit kewalahan menahan posisinya.
“aaaah.. aaaa..aaaaaaaaaaaaahh..”, kata tante Evi, sembari tubuhnya mengejang-ngejang, lalu keluar cairan putih kental yang cukup banyak dari dalam vaginanya, membasahi tanganku dan daguku, dan menyebar ke dadaku dan perutnya, aku tidak tahu cairan apa itu, baunya pun tidak begitu sedap.
“haah.. hah.. hah..hah..”, suaranya kecapekan, disertai keringat yang bercucuran dan tubuhnya mulai melemas.
Tangannya pun jatuh terkulai keranjang, tante Evi terlihat seperti orang yang sudah KO.
“Jilatin franss… jilatin yaa.. sampe bersih…”, kata tante Evi dengan manja.. Semula aku tidak mau, tapi setelah mendengar permintaan manja tante Evi, akhirnya kulakukan juga.
Padahal penisku saja belum kumasukan kedalam vaginanya, tapi tante Evi sudah kecapekan. Tapi aku juga sebenernya sudah kecapekan berada di posisi seperti itu, tanganku sudah pegal-pegal, tapi nafsu dan semangatku masih besar, karena aku belom puas, jadi tidak boleh putus di tengah jalan.
“hahh.. franss.. jari kamu bener-bener nakal..”, katanya
terengah-engah.
“sini frans..”, panggilnya sambil menarik kepalaku mendekat ke mukanya.
Dengan begitu aku menindih badannya, dadanya yang besar itu mengganjal tubuhku, dan kubiarkan juga penisku terjepit diantara tubuh kami. Aku dapat merasakan detak jantungnnya, desahan nafasnya yang telah kecapekan. Kedua tangannya melingkar memeluk leherku, kakinya juga mengangkat dan melipat di punggungku.
Baca : Nia Gadis Cantik 17 Tahun
Tanganku memegang pinggangnya, meraba-raba dari atas ke bawah, dan satunya lagi mengelu-elus rambutnya yang panjang dan terurai itu. Tubuhnya benar-benar dibasahi oleh keringat. Aku sengaja menggerakkan tubuhku maju-mundur, sengaja membuat penisku yang masih tegang itu mengosok-gosok mem*knya, sengaja kuraba-raba pinggiran dadanya yang ikut berbergerak maju mundur, kulakukan supaya dapat membuatnya bernafsu lagi.
“frans, tante suka banget cara lu ngobokin vagina tante..”, kata tante Evi memjuaku.
“jadi gimana.. tante puas ga..”, tanyaku.
“puas banget.. baru begitu aja tante uda kecapekan..”, katanya sambil memegang pipiku dan menatap mataku dalam-dalam.
“tapi tenang aja.. tante masi kuat kok..”, lanjutnya menggoda.
Tanpa banyak bicara lagi, langsung saja aku mencium bibirnya.. Petandan mulainya ronde kedua.
“hhmmppp… hmmppp.. hemmmpp…”, desahannya menjukkan bahwa tante Evi masih bernafsu. Perlahan-lahan aku mulai merasakan putingnya mengeras kembali didadaku, tangan dan kakinya memeluk tubuhku dengan lebih erat.
Tampaknya memang benar, nasfu dan stamina tante Evi sudah kembali.
Cukup berapa menit saja, dan air ludah mulai memenuhi mulut kami.
Tante Evi mendorong tubuhku kesamping, dan kamipun berganti posisi, aku dibawah dan tante Evi diatas. Disedotnya kembali semua air ludah itu, perlahan-lahan tante Evi menegakkan badannya. Tante Evi pun melakukan hal tadi, mengeluarkan air ludah itu sedikit demi sedikit ke dadaku, perutku, lalu akhirnya membanjiri tubuhnya sendiri, air ludah itu terus turun dengan cepat sampai membasahi penisku yang berada terjepit diantara bagian dalam pangkal pahanya dan tubuhku.
Dengan senyuman dan tatapan mata nakal, tante Evi memundurkan tubuhnya, lalu membungkuk, sambil memegang penisku, tante Evi menumpahkan sisa air ludah itu ke penisku.
“wow.. lumayan juga punya kamu yaa…”, katanya dengan bernafsu, sambil memegang erat penisku.
“tadi sudah giliran kamu.. sekarang giliran tante buat kamu
kecapekan..”, setelah itu, tante Evi mulai mengecup kepala penisku.
Tangan yang satunya memegang, memainkan dan menekan-nekan, bahkan kadang digenggamnya dengan kuat buah pelirku.
“Aaah…”, kataku karena rasa nyeri di buah pelirku.
Dengan posisi kakiku yang terbuka lebar, tanpa banyak bicara lagi, tante Evi dengan tatapan nakalnya mulai menjilati dari pangkal batang sampai keujung penisku. Tanganku memegangi rambutnya, karena aku ingin melihat pemandangan yang tak ingin aku lewati, bagaimana tante Evi menjilati penisku dengan nafsunya. Digititnya kecil ujung penisku, rasanya geli sekali. Dikulum-kulumnya penisku, dijilatnya seperti sedang menjilat batang eskrim kenikmatan yang tidak akan pernah habis.
Sekarang giliran buah pelirku ikut di”makan”nya, dimasukkan kedalam mulutnya bersama dengan bulu-buluku. Lidahnya bermain dengan cepat didalam mulutnya, sesekali pelirku seperti sedang dikunyah oleh tante Evi. “aaahh..”, teriakku kecil, menahan sakit.
Penisku sudah basah sekali oleh air ludah tante Evi, nafsunya seperti sudah tidak tertahan lagi. Penisku teraa panas gara-gara bergesekan dengan mulut dan tangannya. Kepalanya naik turun dengan cepat diikuti dengan tangannya. Sesekali kepala penisku ditarik dengan kuat oleh giginya. Geli sekali.
Cukup lama tante Evi bermain-main dengan penisku, kira-kira hampir setengah jam, akhirnya aku sudah tidak tahan lagi.
“aaaaa.. tanteeeee…”, teriakku panjang.
Mendengar seperti itu, tante Evi makin mempercepat gerakan mulut dan tangannya. Otot kakiku sudah mengejang menahannya, akhirnya.. crrttt.. crrttt.. keluar juga spermaku. Tante Evi tidak mengeluarkan penisku dari mulutnya, dengan nafsu tante Evi menjilati semua spermaku, tidak dibiarkannya setetespun mengalir keluar. Semuanya ditelan tanpa sisa, bahkan penisku masi disedot-sedotnya. Begitu bernafsunya sampai tante Evi terlihat seperti wanita yang benar-benar kehausan akan spermaku.
“aaahh.. punya kamu hangat sekali rasanya.. nikmat banget..”, kata tante Evi.
“ha ha.. sekarang kita satu sama..”, lanjutnya dengan gembira, sambil menindih badanku.
Kami berpelukan diranjang, meraba-raba tubuh. Kuelus pahanya yang mulus, sedangkan tante Evi mengelus-elus perut dan dadaku. Kami bertatapan dan memuji.
“enak sekali tante.. tante jago banget..”, kataku, menikmati bagaimana enaknya pengalaman dioral oleh seorang wanita cantik.
“kamu juga hebat.. tante suka de sama kamu.. bisa tahan selama itu…”, balasnya nakal.
Aku begitu lelah, rasanya sudah tidak ada tenaga lagi. Aku melihat tante Evi, tampaknya ia juga dalam keadaan yang sama denganku.
Tak banyak bicara, tante Evi mengecup dahiku.
“kita bobo dulu aja ya sekarang.. tante pengen lanjut tapi lemes banget rasanya..”, katanya.
“iya tante.. aku juga capek banget.. tante emang top..”, balasku.
Tampak tante Evi tersipu malu dan tertawa kecil. Sebenernya nafsuku masih besar, tapi keadaan tubuhku tidak memungkinkan. Aku juga tidak mau memaksa tante Evi yang sudah sangat kecapekan.
Begitu lemas, akhirnya kami tidur berpelukan, menghangatkan. Kupeluk erat-erat tubuh tante Evi seperti sedang memeluk bantal, aku masih ingin merasakan dadanya yang besar itu. Dengan pahanya tante Evi mengelus-elus pahaku.
Aku merasa senang sekali mesikpun aku tidak puas malam itu.
0 komentar:
Posting Komentar