Enaknya Ditusuk Papanya Vina
Enaknya Ditusuk Papanya Vina - Pernah liat realty show di tv dimana ada bapak-bapak yang maen ama temen anaknya? Ngeliat show itu aku jadi inget ama bapaknya Vina. Critanya gini. Vina itu temenk…u. Aku sering maen kerumahnya sehingga aku akrab sama ortunya.
Cuma aku heran aja ngeliat ibunya Vina, masih muda banget. Kalo jalan ama Vina kaya kakak adek aja. …Bapaknya, om Deni, Usianya 40an lah, ganteng dan atletis badannya. Aku bingung melihat sikap om Deni padaku, akhir-akhir ini sering sekali dia ngajakin aku ngobrol biar sebenarnya aku dateng untuk ngobrol ama Vina. Tingkahnya makin menjadi-jadi, dia selalu mengeluh padaku karena gairah sexnya tidak terpuaskan, ibunya Vina kelihatannya sudah enggan meladeni napsu suaminya.
Ketika aku nanya kenapa, si om gak mo jelasin alesannya. Ya aku sih nanggepinnya gitu-gitu aja. Aku merasa dia sedang merayuku untuk mau meladeni nafsunya. Aku mula-mula sungkan dengan tingkahnya, tetapi karena seringnya dia melakukan hal yang sama, buatku menjadi biasa. Vina hanya tersenyum ketika kulapori ulah bapaknya (tentunya secara umum, aku gak crita ama Vina kalo dia ngeluh ibunya gak mo ngelayani bapaknya), dia bilang, itu tandanya papah sayang sama aku. Aku dah dianggep kayak anaknya.
Pada suatu sore aku datang lagi ke rumah Vina. Cuma Vina ama ibunya lagi ada keperluan ke Bogor, nginep disana, pulangnya besok. Ketika aku pamit, om Deni minta nemenin dia ngobrol aja. Aku diajaknya keluar cari makan malem di mall. Di mall aku digandengnya, kadang pundakku dipeluknya.
Aku jadi risi,
“Om, gak enak diliat orang”, kataku.
“Gak ada yang kenal ini kan, cuek aja”, jawabnya.
Aku akhirnya mendiamkan ulahnya. Aku dibelikan pakean oleh si om. Kemudian baru cari makan.
Si om pesen sate kambing.
“Om, makan kambing ntar ngembek lo, kan tante lagi di Bogor”.
“Ada dia juga percuma Nes, kan aku gak puas ama dia”.
“Trus yang ngeladenin embeknya om apa?” “Kamu ya”. Aku kaget juga mendengar jawabannya.
Ternyata benar dugaanku, dia mengharapkan aku meladeni napsunya. Tapi aku diem aja, aku mengalihkan pembicaraan ke hal laennya. Seusai makan, aku diajaknya mampir lagi ke rumahnya. Ku iya kan aja, walaupun aku tau maksud sebenarnya si om. Aku pengen juga ngerasain maen ama bapaknya Vina, dia tipe lelaki kesukaanku, apalagi aku dah dibeli-beliin ama dia.
Sampai dirumah, dia mendadak memelukku dari belakang.
“Nes, kamu merangsang sekali deh”. Aku gak terkejut dengan ulahnya walaupun belum pernah dilakukan sebelumnya, aku membiarkannya saja.
Aku malah merasa.
“Om, nanti dilihat orang lo, pintunya masih terbuka”, kataku.
Dia melepaskan pelukannya dan menutup pintu rumah. Dia duduk di sofa dan minta aku duduk disampingnya, ketika aku duduk dia segera memeluk dan bibirnya langsung menyambar bibirku. Aku larut dalam lumatan bibirnya yang ganas, lidahnya menyusup ke dalam mulutku dan melilit lidahku, spontan aku membalas aksinya dengan menyambut ciuman ganasnya, akupun mengemut lidahnya yang menari-nari didalam mulutku.
“Om nekatt..” kataku.
“Abisnya kamu ngegemesin sih..” Kembali dia mencium bibirku, tangannya kali ini menggerayangi tetekku, diremas-remasnya pelan-pelan sehingga aku mulai terhanyut oleh napsuku yang mulai berkobar.
Jemarinya menyusuri pahaku, menyingkap rokku ke atas, sehingga terpampanglah pahaku, dia tambah bernapsu. Sambil terus mengulum bibirku, tangannya mengelus pahaku makin keatas sehingga rokku makin tersingkap, sampai jarinya menyentuh bukit mekiku. Otomatis pahaku merenggang memberi kesempatan jemarinya untuk bermain lebih leluasa di bukit mekiku.
Terasa jari nakalnya mulai menyusup kedalam CD ku dan mengilik itilku, aku menggelinjang, napsuku makin berkobar saja.
“Om, aah”, erangku.
“Kenapa Nes, kamu dah napsu ya, ke kamar yuk biar lebih asik”, jawabnya sambil bangkit dan setengah menyeretku ke kamar.
Aku hanya ngikut saja ketika dia menarikku ke kamar, kewarasanku sudah tertutupi napsuku yang berkobar, napsuku yang memaksaku mengikuti kehendak bapak temenku karena dorongan keinginan merasakan kepuasan di ranjang. Di kamar, langsung saja aku ditelanjanginya, bibirku diciuminya sambil meremas-remas tetekku yang sudah mengeras, pentilku di pilin-pilinnya, aku hanya bisa ber… ah… uh karena rangsangan yang luar biasa itu. Aku malah mengimbangi ciuman ganasnya, aku ditariknya ke ranjang.
Pentilku langsung diserbunya, diemut-emutnya dengan rakusnya sehingga pentilku langsung mengeras, sementara itu tetekku terus saja diremas-remasnya. Puas mengemut pentilku, jilatan lidahnya turun ke arah perutku, terus ke bawah lagi dan mampir di mekiku. Lidahnya segera membelah bibir mekiku dan menjilati itilku, aku mengangkangkan pahaku sehingga mempermudah dia menggarap itilku.
Aku mulai mengerang-ngerang saking nikmatnya yang melanda tubuhku.
“Aasshhg.. hngghh.. ssshhhg..” badanku melintir, bergeliat-geliat oleh kilikan jilatan di itilku.
Dia makin bersemangat karena eranganku. Tiba-tiba dia melepaskan jilatannya, segera dia melepaskan semua pakaiannya. Batangnya yang besar dan panjang sudah sangat keras. Dia segera menaiki tubuhku yang sudah telentang pasrah, siap untuk dienjot, dia membasahi kepala batangnya dengan ludahnya kemudian ditempelkan ke bibir mekiku dan langsung ditusuk masuk.
“Hhgghh..” sekali lagi aku mengejang kali ini oleh sodokan batangnya.
Tapi karena sudah cukup siap, dengan mudahnya dia menancapkan batangnya ke dalam mekiku. Aku menggelepar ketika menyambut masuknya batangnya yang cepat amblas ke dalam mekiku. Begitu tertanam didalam, aku menahan pinggangnya agar sodokannya jangan terus berlanjut. Dia menungguku sampai sudah siap, baru batangnya dienjotkan keluar masuk pelan-pelan.
Mula-mula terasa aneh ketika batangnya mulai memompa mekiku, terasa banget batangnya yang besar menyeruak masuk mengisi lobang mekiku yang terdalam.
“Hhsssh, dalemm bangett om..” spontan keluar eranganku.
“He.ehh.. tapi kan nggak sakit?” tanyanya.
“Enggak kok om, malah nikmat banget rasanya”, jawabku terengah.
Dia terus mengenjotkan batangnya keluar masuk, aku merangkul lehernya dan kedua kakiku membelit pahanya.
“Gimana rasanya.. nggak sakit kan?”
“Nggak.. enak malah geli sampe ke dalem-dalem sini.” jawabku sambil mengusap-usap perut atasku.
“Apanya yang enak?”
“Ngg.. batang om..” jawabku.
Dia makin gencar mengenjotkan batangnya keluar masuk sehingga aku makin menggeliat saking nikmatnya.
“Om enakk om.. Iya.. Duhh dalem bangett masuknya om.. Aaa.. dikorek-korek gitu Ines pengenn keluarr. Ayyo om.. adduuh”, erangku gak karuan.
“Iyya ayyo aaahhgh.. ssshgh.. hghrf.. ennaak mekimu Nes.. Om juga mo keluaarr.. sshmmmh..”
“Hhsss.. aduuhh tobatt om.. hahgh ooghh.. batangnya kok masuk dalem sekali om, gedee sekalli, aduuh.. om..” batangnya makin dipompa keras-keras, nikmat banget rasanya.
“Heg.. yaang kerass omh.. shh iya gittu.. aduh.. ssshgh.. heehh.. ayyo.. ayoo om.. aaahgh.. sshgh.. Iyya om, Ines udah mo nyampe.. aduhh.. hghshh.. hrrgh..” Dia meremas-remas tetekku, sampai akhirnya akupun nyampe.
Dadaku membusung, seolah-olah tubuhku terangkat-angkat oleh tarikannya yang meremasi kedua tetekku. Tapi menjelang tiba di saat dia muncrat, dia mencabut batangnya dan langsung tegak berlutut sambil menarik kedua lenganku sehingga aku ikut bangun terduduk.
Dia menekan kepalaku ke arah batangku yang tegang mengangguk-ngangguk berlumuran cairan mekiku.
“Ayo Nes isepin sampe keluarr..” Tanpa ragu-ragu aku langsung mencaplok dan mengocok batangnya dengan mulutku.
Tidak bisa semua, hanya tertampung kepalanya saja dimulutku, tapi ini sudah cukup membuat dia muncrat di mulutku. Aku agak tersedak karena semprotan maninya yang tiba-tiba, dia terus menekan kepalaku supaya aku tidak melepaskan kulumanku sehingga maninya tertelan olehku.
Setelah keluar semua, aku melepas mulutku, langsung meringis.
“Kenapa Nes, nggak enak ya rasanya?” tanyanya geli.
“Asin rasanya om..” jawabku ikut geli.
“Maaf ya? Terpaksa om tumpahin di mulut, soalnya kalo di mekimu nanti jadi lagi.”
“Nggak pa-pa kok om, sekali-sekali buat pengalaman baru kok..”
“Kalo sering-sering emang kenapa?”
“Emang enak sih dikeluarin pake mulut?” kataku sambil bergerak bangun untuk ke kamar mandi mencuci bekas-bekas permainan ini.
“Oo.. sama kamu sih pasti enak aja.” jawabnya sambil ikut bangun menyusulku.
Di kamar mandi, dia memelukku dari belakang, aku belum sempet bebersih ketika tangannya mulai meremas tetekku, pentilnya diplintir-plintir sambil menciumi kudukku. Aku menggelinjang kegelian. Aku mencari batangnya, astaga, sudah mulai tegang lagi rupanya.
Kuat banget dia, baru aja muncrat di mulutku sudah mulai ngaceng lagi.
“Kuat banget sih om, baru Ines emut sampe muncrat udah ngaceng lagi”, kataku.
“Iya tadi kan muncrat dimulut kamu, sekarang pengen muncrat di meki kamu”, jawabnya sambil terus meremesi tetekku.
Leherku terus saja diciumi, dijilati dengan penuh napsu. Akupun tidak tinggal diam, batangnya yang makin keras aku remes dan kocok-kocok biar sempurna ngacengnya.
“Om, Ines isep lagi ya”, kataku sambil jongkok di depannya.
Ujung batangnya kujilati dan kemudian giliran kepala batangnya, terus ke pangkalnya, kemudian ke biji pelernya. Dia mengangkat kaki kanannya supaya aku mudah menjilati batangnya. Kemudian jilatanku naik lagi keatas, dan kepalanya langsung kukulum.
Kepalaku mengangguk-ngangguk seiring keluar masuknya batangnya dimulutku, sambil ngisep, biji pelernya aku elus-elus.
“Aah Nes, nikmat banget deh”, erangnya.
Dia memegang rambutku dan mendorong batangnya keluar masuk mulutku dengan pelan. Sepertinya dia udah tidak tahan lagi, aku diseretnya keluar kamar mandi dan ditelentangkan di ranjang. Pentilku menjadi sasaran jilatannya, jilatan berubah menjadi emutan, bergantian pentil kiri dan kanan. kemudian jilatannya turun ke perut, kemudian ke pusar sampe akhirnya ke jembutku. Jarinya mulai mengelus bibir mekiku, kemudian jilatannya mulai menjelajahi mekiku yang sudah basah kembali. Jilatannya tidak langsung ke it1lku tapi berputar-putar sekitar mekiku. Ke daerah paha, terus ke daerah pantat dan naik lagi.
“Om, nakal ih”, desahku, napsu sudah kembali menguasaiku.
Jilatannya diarahkan ke it1lku sambil memasukkan jarinya ke mekiku. Dia menggerakkan jarinya keluar masuk mekiku.
“Om aah”, desahku saking napsunya.
Pinggulku menggeliat kekiri kekanan. Akhirnya sampailah saat yang kutunggu-tunggu, dia menaiki badanku, ditindihnya aku, batangnya diarahkan ke mekiku yang sudah basah banget. Kepalanya diusap-usapkan dibibir mekiku. Aku mengangkat pantatku ke atas sehingga bless masuklah kepala batangnya membelah bibir mekiku. Dia mulai mengeluar masukkan batangnya ke mekiku, pelan-pelan, makin lama makin cepat, sampe akhirnya dengan satu enjotan yang keras, seluruh batangnya nancep dalem sekali di mekiku.
“Om, nikmat sekali”, jeritku.
Aku menggelinjang makin gak beraturan seiring dengan enjotan batangnya keluar masuk mekiku dengan cepat dan keras. Kakiku menjepit pinggulnya, kemudian diletakkan di pundaknya, dia pada posisi berlutut, makin terasa gesekan batangnya ke dinding mekiku, nikmat banget. Mekiku mulai berdenyut-denyut meremes-remes batangnya yang terus bergerak lincah keluar masuk.
“Om, Ines udah mau nyampe nih, terus enjot yang keras om, aah”, erangku lagi. Dia makin semangat mengenjot mekiku.
Tiba-tiba dia berhenti dan mencabut batangnya,
“Om”, protesku. Ternyata dia pengen ganti posisi.
Aku disuruhnya nungging dan kembali batangnya melesak masuk mekiku dari belakang, doggie style. Pantatku dipeganginya sementara dia mengenjotkan batangnya keluar masuk. Tetekku yang berguncang-guncang seirama dengan enjotan batangnya diraihnya, diremes-remesnya, pentilnya diplintir-plintir, menambah kenikmatan yang sedang mendera tubuhku.
“Terus om”, erangku lagi, aku mencengkeram seprei dengan kuat saking nikmatnya.
Aku memaju mundurkan badanku supaya batangnya nancep dalem sekali di mekiku, sampe akhirnya,
“Terus om, Ines nyampe lagiii”. Dinding mekiku berdenyut-denyut mengiringi sampenya aku, dia terus saja mengenjot mekiku dengan cepat.
Aku nelungkup, capai banget rasanya meladeni napsunya. Dia membaringkan dirinya, batangnya masih tegak berdiri berlumuran cairan mekiku.
“Nes, kamu yang diatas ya, om belum keluar neh”, pintanya.
Aku menempatkan diriku diatasnya, batangnya kupegang dan langsung kutancapkan ke mekiku, badan kutekan kebawah sehingga langsung aja batangnya ambles semua di mekiku. Aku mulai menggoyang pinggulku, kekiri kekanan, maju mundur, berputar-putar. Biar cape, tapi nikmat banget rasanya gesekan batangnya ke mekiku. Tetekku diremes-remesnya sambil memlintir-mlintir pentilnya.
Aku merubah gerakanku menjadi keatas ke bawah mengocok batangnya dengan mekiku.
“Om, nikmat banget om”, erangku. Akhirnya aku tidak bisa menahan diriku lebih lama lagi, aku ambruk di dadanya karena nyampe untuk kesekian kalinya.
“Om, belum mau muncrat ya, Ines lemes om”, desahku.
“Tapi nikmat kan”, jawabnya.
“Nikmat banget om”. Dia berguling tanpa mencabut batangnya dari mekiku sehingga sekarang dia ada diatasku.
Dia mulai lagi mengenjotkan batangnya keluar masuk mekiku.
“Nes, udah mau muncrat, di dalem ya”, erangnya sambil mempercepat enjotannya.
“Muncratin di dalem aja om, kan om pengen muncrat di dalem mekinya Ines”, jawabku terengah.
Dia terus mengenjotkan batangnya keluar masuk mekiku, sampe akhirnya,
“Nees”, erangnya.
Terasa sekali semburan maninya membanjiri mekiku. Kami berdua terkulai lemas.
“Nes, nikmat banget deh maen ama kamu, lebih nikmat dari Vina”. Aku kaget mendengarnya.
“Vina kan…”
“Vina anak tiri kok Nes. Pernah satu waktu, om cuma berdua ama Vina dirumah. Mamanya Vina lagi ke Bogor. Om denger Vina lagi ah uh di kamarnya. Om buka pintunya, Vina gak ngunci pintunya. Vina lagi telanjang bulet ngilik it1lnya sendiri. Om gak tahan deh ngeliatnya. Om ajak maen aja si Vina. Vinanya mau, dia rupanya dah napsu skali rupanya. Sejak itu om dah beberapa kali maen ama Vina kalo mamanya gak dirumah. Vina juga bilang kalo kamu juga nikmat kalo dientot, makanya om selalu memperhatikan kamu, horny banget ngeliat kamu bahenol gini”.
Baca : Gantengnya Tamuku
“Oooo…” cuma itu yang terucap dari mulutku.
“Terus, napa mamanya Vina masih muda banget om, kok dia gak bisa muasin om?”
“Mamanya Vina itu kawin muda sekali, kebobolan, dah hamil duluan. Masih SMU ketika itu, Vina lahir. Kaya kakak adik ya ama Vina. Dia itu kalo dah klimax langsung lemes, sedang om masih pengen lagi”.
“Ooo..” lagi terlontar dari mulutku.
“Kamu tidur disini aja ya Nes, mereka kan baru pulangnya besok. Om belum puas neh, masih pengen lagi ngerasain empotan meki kamu. Hebat banget deh Nes empotan kamu, nikmatnya ampe ke ubun-ubun”.
“Istirahat dulu ya om”.
“Iya, om juga cape kok, kita tidur aja yuk”. Tak lama kami terlelap dalam keadaan telanjang bulat.
Paginya aku terbangun, om Deni masih tertidur, aku turun dari ranjang ke kamar mandi mo pipis dan sikat gigi. Kembali ke kamar si om dah bangun, kulihat batangnya dah ngaceng lagi dengan kerasnya.
“Om, luar biasa deh, tuh dah ngaceng lagi”.
“Iya Nes, dah pengen ngerasain empotan kamu lagi”. Dia lalu berbaring telentang di ranjang, lalu aku jongkok di atasnya dan menciuminya, tangannya mengusap-usap punggungku. Bibirnya kukulum,
”Hmmmhh… hmmhhh…” dia mendesah-desah.
Setelah puas melumat bibir dan lidahnya, aku mulai bergerak ke bawah, menciumi dagunya, lalu lehernya. Terus kebawah lalu kuciumi dadanya.
“Hmmmhhh… aduh Nes enak ..” rintihnya.
Dia terus mendesah sementara aku mulai menciumi perutnya, lalu pusarnya, sesekali dia berteriak kecil kegelian. Akhirnya batangnya yang sudah ngaceng berat kupegang dan kukocok-kocok,
“Ahhhhh… Hhhh…. Hmmhmh… Ohhh Nes…” dia cuman bisa mendesah doang.
Batangnya langsung kukenyot-kenyot, sementara dia meemas-remas rambutku saking enaknya,
“Ehmm… Ehmm…” Mungkin sekitar 5 menitan aku ngemut batangnya, kemudian aku bilang,
“Om… sekarang giliran om yach?” Dia cuma tersenyum, lalu bangkit sedangkan aku sekarang yang ganti tiduran.
Dia mulai nyiumin bibirku, turun ke leherku sementara tangannya meraba-raba tetekku dan diremasnya.
“Hmhmhhm… Hmhmhmh…” ganti aku yang mendesah keenakan.
Apalagi ketika dia menjilati pentilku yang tebal dan berwarna coklat tua. Setelah puas melumat pentilku bergantian, dia mulai menjilati perutku, kemudian langsung menciumi mekiku dengan penuh napsu, otomatis pahaku mengangkang supaya dia bisa mudah menjilati meki dan it1lku.
“Ahh.. Ahhhh…” aku mengerang dan mendesah keras keenakan. Sesekali kudengar
“slurrp… slurrp…” dia menyedot mekiku yang sudah mulai basah itu.
”Ahhhh… om… Enak …” desahanku semakin keras saja karena merasa nikmat.
Napsuku sudah sampe ubun-ubun, dia kutarik untuk segera menancapkan batang besarnya di mekiku yang sudah gatel sekali rasanya, pengen digaruk pake batang. Pelan-pelan dia memasukkan batangnya ke dalam mekiku. Dengan satu enjotan keras dia menancapkan seluruh batangnya dalam mekiku.
“Uh… uhhh…. Ahhhhhhh… nikmat banget om” desahku ketika dia mulai asyik menggesek-gesekkan batangnya dalam mekiku.
Aku menggoyang pinggulku seirama dengan keluar masuknya batangnya di mekiku. Dia mempercepat gerakannya. Gak lama dienjot aku sudah merasa mau nyampe,
“Ah… om… Ines sepertinya mau… ahhh…” dia malah mempergencar enjotan batangnya dimekiku,
“Bareng nyampenya ya Nes, aku juga dah mau ngecret”, katanya terengah. Enjotan batangnya makin cepat saja, sampe akhirnya,
“Om, Ines nyampe aah”, badanku mengejang karena nikmatnya, terasa mekiknu berdenyut-denyut meremas batangnya sehingga diapun menyodokkan batangnya dengan keras,
“Nes, aku ngecret aah”, terasa semburan pejunya yang deres dimekiku.
Dia terkapar lemes diatas badanku, demikian pula aku. Setelah istirahat sejenak, dia mencabut batangnya, memakai pakaiannya dan keluar meninggalkan aku terkapar telanjang di ranjang. Sejak itu setiap ada kesempatan, aku selalu minta dientot sama om.
0 komentar:
Posting Komentar